Sabtu, 27 April 2019



Nora dan Kuntilanak
Tepat pukul 00.00 mereka sudah berada di gedung tua. Sekeliling gedung ditutupi dengan pagar tinggi seng bekas. Tampak pohon beringin besar berdiri kokoh di halaman depan gedung. Gedung ini berlantai tiga dengan banyak jendela dan tampak mewah pada zamannya.

Ape tu?” Yonki spontan mendongak ke atas ke arah pohon beringin yang berada tepat di atasnya.
Ngape kau ni? Macam baru pertame yak,” Sahut Jek sambil tersenyum mengejek ke arah Yonki.

Dia seperti mendengar bunyi sesuatu jatuh dari ketinggian. Matanya liar melihat sekitar gedung. Anehnya pada saat yang sama, teman yang lain tidak ada mendengar suara apapun. Udara sangat dingin malam itu. Dedaunan dari pohon di sekitar gedung ikut melambai karena hembusan angin malam. Menurut penuturan tetangga sekitar, mereka sering mendengar suara tertawa dan isak tangis perempuan pada malam hari dari gedung tersebut.

Mereka duduk melingkar dengan tangan menengadah dan mata terpejam beberapa saat sebelum memulai perburuan. Satu persatu langkah kaki mereka memasuki gedung itu. Diikuti dengan degupan jantung mereka yang berpacu lebih cepat dari biasanya. Meskipun ini bukan hal yang pertama namun tetap saja selalu ada rasa berdebar saat berburu hantu.

Mereka berpencar menjadi beberapa kelompok. Cahaya senter dari masing – masing kelompok kini menembus kegelapan gedung. Suasana hening, hanya ada suara derap langkah kaki yang terdengar dengan ditemani suara jangkrik.

Belum sampai lima menit mereka di dalam, satu dari teman wanita mereka teriak histeris. Dia adalah Nora. Nora teriak sambil menutup kedua telinganya dengan mata terpejam. Jeck dan Yonki segera menuju Nora yang lokasinya berada di depan WC. Nora segera dibawa keluar.

Nora muntah-muntah dan badannya lemas. Dia dibawa ke tempat yang agak jauh dari gedung tersebut. Sementara itu, Jeck dan lainnya masih melanjutkan perburuan hantu di gedung tersebut.
Aku tu ngeliat perempuan rambut e panjang, muke seram, tedudok di atas kloset. Die tuh sambil ketawa cekikikan, mandangkan aku. Takotlah aku,” ungkap Nora dengan bibir bergetar. 

Sosok yang digambarkan Nora adalah Kuntilanak. Kuntilanak adalah sosok hantu perempuan berbaju putih berambut panjang. Wajahnya yang menyeramkan membuat siapapun yang melihatnya menjerit.
Malam itu, setelah Nora tenang, dia langsung diantar pulang oleh Yonki. 

Motor melaju membelah jalanan kota Pontianak. Di tengah perjalanan, setelah melewati pemakaman umum, tiba-tiba Nora berteriak sejadi-jadinya. Tubuhnya terlempar dari sepeda motor. Yonki pun kehilangan keseimbangan. Dia ikut tumbang bersama sepeda motornya.

Nora tak sadarkan diri dengan luka di sekujur tubuhnya. Yonki hanya mengalami luka ringan. Mereka berdua dibawa ke Rumah Sakit terdekat oleh pengendara lain yang kebetulan lewat. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Nora sedang berbadan dua. Pantas saja sosok itu betah membuntuti dan menganggu Nora.



Sabtu, 24 November 2018

Fiksi Mini Dua Cinta



Kecantikanku tak serta merta membuatmu memegang janji suci kita. Dia yang namanya muncul di layar ponselmu semalam telah menghancurkan semuanya.

"Maafkan Ibu Ndok. Maafkan atas kesalahan Arya." Dipeluknya tubuhku erat dengan air mata yang sudah membasahi punggungku. Aku hanya bisa membalasnya dengan sesugukan. Tubuhku bergetar.
Aku sengaja baru menceritakan semuanya pada Ibu Mertuaku lewat telpon. Semalam aku kacau. Rasa tak percaya, kesal, marah menguasaiku. Melihat wajahmu pun aku tak sanggup.

Ternyata desas desus yang selama ini kudengar adalah benar adanya. Teman arisanku sering melihat kemesraan suamiku dengan teman lelakinya. Aku anggap itu hal biasa. Sepupuku yang memang satu tempat Gym dengan suamiku juga melihat keanehan. Waktu itu pembelaanlah yang terus aku lontarkan dari bibirku ini. Demi pengabdianku pada suami tercinta.

"Siapa itu Ando, Mas? Jelaskan apa hubunganmu dengannya?"
Mas Arya tertunduk malu. Terbata bata dia menjelaskan semuanya kepadaku.Dia mengakui atas kelainan seks yang dialaminya sejak remaja.

Aku tak pernah bermimpi untuk hidup bersama dengan seorang biseksual. Sungguh mimpi buruk yang teramat sakit.

Rabu, 03 Oktober 2018

Cerpen Mitologi Bujang Nadi Dare Nandung


Cerpen Mitologi



Bujang Nadi Dare Nandung  
Setiap hari, Dea selalu diantar oleh kakak laki-lakinya untuk pergi kuliah.
“Kakakmu belum menikah ya, Dea?” tanya Sri.
“Belum. Dia pernah bilang, hanya akan menikah kalau sudah bertemu dengan gadis seperti aku.”
 “Wah … kalian ini mau jadi Bujang Nadi dan Dare Nandung versi zaman now, ya? Hahaha,” Sri berkata sambil cekikikan memandang Dea yang tampak bingung.
“Siapa itu Bujang Nadi dan Dare Nandung?” Dea balik menatap Sri, seraya mengernyitkan dahi tanda penasaran.
Bukannya menjawab rasa penasaran Dea, Sri malah mengajak Dea untuk ikut pulang kampung bersamanya. Sri menjanjikan kepada Dea akan menceritakan kisah Bujang Nadi Dare Nandung kalau Dea mau ikut bersamanya. Kebetulan, hari ini adalah hari terakhir ujian akhir semester ganjil di kampus mereka. Rencananya, lusa Sri akan pulang ke kampung halamannya di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas.
“Hmm….gimana ya…. Besok  deh aku kabarin lagi. Aku harus izin dulu sama ortu-ku.”
Sri dan Dea adalah mahasiswi keguruan di salah satu universitas ternama di Pontianak. Mereka sudah saling kenal sejak dua tahun yang lalu. Keduanya pun sudah sering menghabiskan waktu bersama, baik di kampus maupun di luar kampus.
“Udah mau masuk, nih, yuk kita ke kelas,” ajak Dea sambil menarik lengan Sri yang tampak serius membolak-balik lembaran fotokopi materi yang akan diujikan sebentar lagi.
Halte kampus tiba-tiba kosong, ditinggal penghuninya masuk ke kelas masing-masing.      
***
Hujan deras membuat sopir travel yang dinaiki Sri dan Dea tak berani melaju kencang saat membelah jalan Kota Khatulistiwa. Lagu dari Tulus yang diputar dengan volume tidak terlalu keras membuat para penumpang hanyut dalam lamunan. Tak terkecuali Dea yang sedari tadi duduk bertopang dagu, sambil melihat ke arah luar jendela mobil. Dia tampak anggun dengan hijab berwarna peach yang dikenakannya, dengan lipstick yang senada di bibirnya. Sri yang duduk di sebelahnya sedang asyik mengobrol dengan penumpang lainnya. Bosan mengobrol dengan penumpang yang duduk di sebelahnya, dia berpindah ke penumpang di depannya. Bahkan, sopir pun tak luput dari sasaran ocehannya.
Dua jam perjalanan pertama, suasana di dalam mobil masih ramai. Ketika hari sudah mulai gelap, hanya tersisa suara penumpang yang duduk di depan sedang berbincang dengan sopir. Sementara, yang lainnya menikmati perjalanan dengan mata terpejam.
“Bang, udah sampai mana ini?” tanya Sri sambil merapikan hijabnya dan mengusap kedua belah matanya.
“Baru sampai Singkawang, Dek.”
Dilihatnya Dea yang duduk di sebelah kirinya masih tertidur pulas. Ibu paruh baya yang berada di sebelah kanannya sedang menerima telepon. Suara ibu inilah yang tadi membangunkan Sri.
Satu jam kemudian, mereka tiba di rumah Sri. Ayah dan ibu Sri ternyata sudah menunggu kedatangan mereka sejak tadi. Dengan wajah lesu karena baru bangun tidur, Dea menyalami orang tua Sri.
Diletakkannya barang bawaannya di kamar dan langsung membaringkan tubuhnya di kasur. Kondisi fisik Dea yang berpostur mungil ini memang lemah. Karena alasan inilah, dia jarang berpergian tanpa ditemani kakak laki-lakinya. Beruntungnya, kali ini Sri yang mengajak. Keluarga Dea sudah kenal baik dan percaya kepada Sri, sehingga Dea pun bisa pergi sendiri tanpa meninggalkan kekhawatiran pada keluarganya.
Makan yang banyyak iiii…Usah supan be anggap jak rumah sorang,” ujar ibu Sri dengan bahasa Melayu Sambas, sambil menepuk bahu kanan Dea.
Dea hanya membalasnya dengan senyuman. Dea juga dikenal sebagai gadis yang pemalu, jauh berbeda dengan Sri. Sri adalah gadis super PD. Dengan siapa pun dia bisa bergaul dan kalau dia sedang berbicara, jangan harap punya kesempatan untuk membuka mulut. Hahaha.
Setelah makan malam, mereka memilih masuk ke kamar untuk beristirahat lebih awal. Lelah akibat perjalanan jauh selama 5 jam semakin terasa. Mata mereka sudah mulai berat. Kini yang diinginkan kedua gadis itu hanyalah bantal dan kasur.
“Sri … Sri …,” Dea membangunkan Sri yang tidur membelakanginya.
“Ada apa, Dea?” tanya Sri dengan mata yang masih belum sempurna terbuka.
“Aku mau buang air kecil. Temani aku, yuk. Aku enggak berani sendirian.”
Sebenarnya, sudah sejak tadi Dea menahan rasa ingin buang air kecil karena takut.  Dia bermaksud menahannya sampai esok pagi, tapi ternyata dia tidak kuat. Dengan terpaksa, dia membangunkan Sri yang sedang tertidur untuk menemaninya ke WC.
Sepulang mengantar Dea, Sri kembali melanjutkan tidurnya. Sudah dua bulan dia tidak tidur di kamar berukuran 3x4 meter ini. Tidak besar memang, tapi kamar inilah yang selalu dirindukan Sri saat merantau kuliah ke kota. Di sinilah tempat favoritnya untuk melepaskan lelah setelah seharian beraktivitas.
Dea berbaring dan terdiam sesaat sambil memandang langit-langit kamar Sri yang berwarna seperti papan catur. Entah mengapa rasa kantuknya sekarang hilang. Tangannya mencoba meraih handphone yang ada di atas meja di sisi kanannya. Dilihatnya foto-foto dirinya yang ada di galeri handphone. Sepuluh menit berlalu, matanya justru semakin segar. Selain jarang berpergian, Dea juga hampir tidak pernah menginap di rumah teman. Dia perlu beradaptasi untuk tidur di kamar yang bukan kamarnya sendiri.
Jari jemari Dea yang dari tadi berselancar di layar ponsel, berhenti seketika. Badannya ikut membeku, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Untuk menoleh pun dia tak sanggup. Ibarat sedang bermain game, pemain sedang menekan tombol pause selama lima detik. Suara aneh dari luar rumahlah yang membuat dia seperti itu.
Dia tersadar harus melakukan sesuatu. Ditariknya selimut untuk menutupi seluruh wajahnya. Tangannya mulai bergetar dan mencengkram erat ujung selimut. Tubuhnya mulai berkeringat, pikirannya benar-benar kacau dan kini dia benar-benar takut. Dia tak berani lagi untuk membangunkan Sri. Ditariknya nafas dalam-dalam untuk mengurangi rasa takutnya.
“Ya Allah, suara itu. Lindungi aku, ya Allah. Aku benar-benar takut,” Dea berkata dalam hati.
Dipejamkannya kedua matanya kuat-kuat. Dipaksanya untuk tertidur dan mengabaikan suara apa pun yang terdengar oleh telinganya. Di dalam pikirannya sekarang, dia hanya ingin cepat tertidur dan cepat bertemu pagi.
***
“Sri, nyenyak sekali tidurmu tadi malam, ya?”
“Ya iyalah. Aku kalau tidur di kamarku selalu nyenyak. Hehee. Kamu gimana?”
“Aku … aku …,” jawab Dea terbata-bata.
“Dea, kamu kenapa? Kayak orang habis ketemu setan saja.”
“Semalam setelah buang air kecil, aku mendengar suara kokok ayam jantan. Apa kejadian seperti itu sudah biasa terjadi di sini?”
Sri tersenyum sambil mengangguk. Dia tidak langsung menjawab pertanyaan Dea. Aroma dari secangkir kopi buatan Ibu yang ada di hadapannya lebih menarik perhatiannya. Diseruputnya kopi hangat itu dengan nikmat. Sri kembali menoleh ke arah Dea.
“Ya … semalam adalah malam Jumat. Setiap malam Jumat memang terkadang akan ada suara aneh seperti kokok ayam jantan dan suara orang yang sedang menenun. Suara itu berasal dari makam Bujang Nadi Dare Nandung.”
Sri kembali menyeruput kopinya untuk yang kedua kalinya. Belum sempat Sri melanjutkan penjelasannya, ibunya yang dari tadi mendengar pembicaraan mereka dari ruang keluarga, tiba-tiba muncul.
“Bujang Nadi dan Dare Nandung adalah saudara kandung. Mereka anak dari Raja Sambas yang bernama Tan Nunggal yang sangat kejam. Mereka dikubur hidup-hidup atas perintah ayah mereka sendiri,” cerita Ibu Sri yang kini sudah berada duduk di hadapan Sri dan Dea di ruang tamu.
Dea terkejut mendengar kalimat terakhir yang dikatakan oleh ibu Sri. Dia menyimpulkan, suara yang mengganggu tidurnya semalam adalah arwah Bujang Nadi dan Dare Nandung.
“Kenapa mereka dikubur hidup-hidup? Apa mereka melakukan kesalahan yang begitu fatal?” tanya Dea dengan wajah yang semakin penasaran. Sekarang, giliran Sri yang menjelaskan.
“Mereka hanyalah korban kesalahpahaman. Suatu hari, mereka sedang membicarakan tentang pernikahan dan tak sengaja didengar oleh para hulubalang. Bujang Nadi berikrar, ia hanya akan menikah jika bertemu dengan gadis yang rupa dan hatinya seperti Dare Nandung dan begitu pun sebaliknya. Para hulubalang mengira bahwa mereka berdua saling mencintai dan segera melaporkan hal itu kepada Raja Tan Nunggal. Raja sangat murka pada saat itu.”
“Lalu mereka dikubur hidup-hidup? Lalu, apa hubungannya suara kokok ayam jantan semalam dengan cerita ini?”
“Semasa hidupnya, Bujang Nadi dan Dare Nandung tidak diizinkan untuk bergaul dengan rakyat biasa. Sehari-hari, Bujang Nadi bermain dengan ayam jantannya, sedangkan Dare Nandung asyik menenun dengan mesin tenun emas pemberian ayahnya. Saat dikubur hidup-hidup, ayam jantan dan mesin tenun tersebut ikut bersama tuannya,” tambah ibu Sri. Dea seperti mendengar kisah drama di radio yang sempat hits pada tahun 90-an.
Nah, sekarang kamu sudah tahu kan kisah Bujang Nadi Dare Nandung? Sudah enggak penasaran lagi kan?”
“Iya, Sri, kisah tragis yang berujung mistis. Dikubur hidup-hidup karena korban fitnah.”
“Kamu mau enggak berkunjung ke makam mereka? Mumpung ada di sini, sekalian aja mampir. Aku dan Ibu siap mengantarmu ke sana, iya kan, Bu?”
Belum sempat Ibu mengiyakan Sri, Dea segera menolak ajakan Sri.
“Enggak ah, Sri. Lebih baik kamu ajak aku ke tempat lain saja,” dengan wajah sedikit ketakutan, Dea menolak ajakan Sri.
“Kamu takut ya …? Ayo ngaku!” dengan tatapan jahil, Sri mengarahkan jari telunjuknya ke arah Dea.
“Ihhh … siapa yang takut? Aku cuma khawatir, kalau kita ke sana, Bujang Nadi malah naksir sama aku,”  gurau Dea.
“Hush! Hati-hati kalau bicara, bisa-bisa jadi kenyataan,” Ibu mengingatkan dengan wajah serius.
Seisi ruang tamu menjadi hening. Sri dan Dea spontan terdiam. Mereka saling bertukar pandang, bibir mereka tak mampu berujar sepatah kata pun. Ketakutan terlihat jelas di raut wajah mereka. Ibu berlalu meninggalkan mereka di ruang tamu. 
Tujuh hari berlalu, Dea masih dibayang-bayangi oleh kisah Bujang Nadi Dare Nandung. Sejak kepulangannya dari Tebas tiga hari lalu, hanya satu malam saja dia berani tidur sendirian di kamarnya. Malam-malam berikutnya, dia lebih memilih tidur berdua dengan Mbak Sumi, pembantunya.
Ketakutan Dea bukan tanpa alasan, Ia masih mendengar suara kokok ayam jantan di tengah malam. Belakangan, Dea juga sering didatangi oleh Bujang Nadi dalam mimpi. Dea menceritakan kejadian ini kepada Sri. Sri lalu bertanya kepada ibunya untuk mencari solusinya.
Ponsel Dea berdering, nama Sri tertulis di layar. Segera Dea menjawab panggilan dari Sri.
“Aku sudah memberitahu ibuku tentangmu. Ibu menyarankan agar kamu datang ke makam Bujang Nadi Dare Nandung untuk meminta maaf.”
“Apa??! Aku harus ke makam untuk minta maaf?! Aku salah apa?” mata Dea membelalak rasa tak percaya.
“Iya, Dea. Apa kamu lupa? Kamu pernah berkata yang tidak pantas tentang Bujang Nadi. Kamu harus mempertanggungjawabkan ini semua.”
Dea sadar atas ucapannya ketika itu. Dia terdiam dan mengakhiri sambungan telepon dari Sri.
Keesokan harinya, Dea, Sri dan ibunya Sri sudah berada di makam Bujang Nadi Dare Nandung. Makam ini berada di salah satu bukit di kawasan Danau Sebedang. Untuk menaiki bukit tersebut, mereka harus melewati 150 anak tangga yang terbuat dari beton. Makam dikelilingi oleh  kayu yang dicat berwarna kuning. Di sana, mereka berziarah, mengirimkan doa untuk Bujang Nadi Dare Nandung. Dea tampak khusyuk duduk di pinggir makam sambil membaca doa di buku doa yang dibawanya.
Dua hari berlalu, hidup Dea sudah kembali normal. Tidak ada lagi suara aneh dan mimpi menghantui tidurnya. Sayangnya, itu tidak berlangsung lama. Hari ketiga, Bujang Nadi datang kembali dalam mimpi Dea. Yang lebih menyeramkan lagi, dalam mimpinya Bujang Nadi berniat untuk mempersunting Dea. Bujang Nadi beranggapan bahwa Dea adalah sosok wanita yang mirip sekali dengan adiknya yaitu, Dare Nandung.
“Tidaaak …! Pergi kamu …!! Pergi …!!”
“Dek, bangun, Dek,” Mbak Sumi mengguncang tubuh Dea berkali-kali, berusaha menyadarkan Dea dari mimpinya.
“Mbak Sumi ... aku takut …,” Dea memeluk Mbak Sumi dan membenamkan wajahnya di bahu Mbak Sumi. Isak tangisnya masih samar-samar terdengar. Mbak Sumi terus mendekap Dea sambil melafalkan beberapa doa untuk menenangkannya.
Meskipun Dea sudah meminta maaf dan berziarah ke makam Bujang Nadi dan Dare Nandung, Bujang Nadi tetap saja hadir dalam mimpinya. Entah sampai kapan Dea akan dihantui oleh arwah Bujang Nadi. Sri merasa bersalah atas semua yang menimpa Dea.


TAMAT



Senin, 18 Juni 2018

Serunya ke Phi Phi Island (July 14th '17)


Sambil menunggu jemputan datang, aku sempat selfi didepan penginapan. Tidak hanya aku dan temanku, sudah ada 5 orang bule dan pak lek yang juga sedang menunggu jemputan wkwkwkwkwkw. Iya mereka datang kepenginapan saat kami sedang pilih2 paket tour semalam di lobi. Sepertinya kami memiliki tujuan yang sama.

Foto depan penginapan (agak2 norak) wkwkwkwkwk

Kali ini agak gak on time ya, ngaret tapi gak ngaret2 amat. Mobil jemputan datang hati kami pun senang. Pak sopir langsung memberikan kertas kepada temanku dan tas kami ditempeli stiker berbentuk love berwarna hijau. Entah apa artinya aku juga gak ngerti. Semuanya terjadi begitu cepat seperti terburu2 dan langsung kami duduk di bagian tengah.

Aku tak ingat berapa lama perjalanan dari penginapan menuju dermaga. Kayaknya si gak lebih dari 3 jam ya, mungkin 2 jam an. Sumpah, aku lupa. Sepanjang perjalanan aku tidur, aku minum antimo sebelum berangkat, maklum takut mabuk,,, wkwkwkkw dasar tukang mabuk.

Sama halnya dengan yang terjadi saat menjemput kami, saat mobil tiba di dermaga pun kami turun sambil terburu2. Apa karena kapal sudah mau berangkat ya. Ah Entahlah... Kami langsung diarahkan untuk turun dengan membawa semua barang bawaan yang ada di mobil. Temanku sempat bertanya kepada sopir kami, apakah tidak bisa tas dititip di mobil saja karena sore nanti juga kami dijemput lagi oleh travel yang sama dan langsung diantar ke airport. Namun no respons dari Pak Sopir. Kami pun turun dengan masing2 membawa tas ransel kami dan satu tas kecil berisi2 barang2 penting.

10 meter dari kapal sudah ada segerombol orang dengan pakaian berwarna sama dengan tulisan yang sama dipunggung yaitu "Andaman Sea". Segerombolan Bulek dan Paklek tadi sudah masuk menuju kapal dan kami pun mengikuti jejak mereka. Eh Eh Eh Apa yang terjadi... kami dilarang untuk masuk. Mereka memaksa kami untuk menyerahkan tiket. Kami tetap aja masuk menerobos ke dalam kapal sesuai perintah si Sopir untuk langsung menuju kapal.

Aman, sudah duduk didalam. Kami malah disusul oleh salah satu dari mereka dengan tetap menanyakan tiket. Kami ngotot lagi, tiket yang dimaksud memang tidak ada ditangan. Kami bingung tiket yang bagaimana yang dimaksud. Kami dipaksa turun dari kapal. Temanku naik pitam. Dia menugaskanku untuk tetap berada di kapal untuk jaga kursi sedangkan dia turun menuju segerombolan orang yang berpakaian sama tadi untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenanrnya. Di sana terjadi perdebatan hebat, orang2 pun mulai berkerumun. Temanku tetap keukeh mempertahankan bagaimana caranya kami tidak diusir dari kapal, wong kami sudah bayar paket tour nya. Rugi donk kalau disuruh turun. Sementara diluar masih berdebat, datang lagi salah seorang dari mereka menemuiku. Bertanya akan hal yang sama, tiket tiket dan tiket. Aku bilang saja kami dari awal tidak mendapatkan tiket apapun, kami hanya ditempeli stiker. Dan kalau tidak percaya, silahkan tanya mereka (sambil menunjuk paklek dan bulek yang semobil dengan kami), kami turun dari penginapan yang sama dan mobil yang sama. Dia kembali keluar dan temanku pun sudah masuk kembali ke kapal. Mereka mengalah, kami tetap diperbolehkan naik kapal. Mimpi apa semalam, berdebat dengan orang kapal, malah disuruh turun pulak.

Ah sudahlah tak aku ambil pusing, intinya kami bayar. Aku berencana untuk tidur. Di sekeliling2ku sudah dipenuhi dengan turis dari macam2 negara. Mungkin hanya kami saja yang dari Indonesia. Baru saja aku ingin memejamkan mata, temanku mengagetkanku.
"Astaghfirullahalazim"
"Ada apa?"
"Ini loh tiketnya"
Ya ampun ternyata tiket yang dimaksud adalah selembar kertas yang diberikan pak Sopir saat pertama kali menjemput kami. Temanku yang lupa akan hal itu, dia asal masukin aja kedalam tas.
Lucu ada juga, malu ya iya. Udah berdebat setengah mati dengan petugas kapal, taunya kami yang teledor wkwkwkwkwkw
Kami pun tertawa hahahahaha
Temanku pun menenangkanku, dia menyuruhku tidur saja, biar dia yang nanti konfirmasi ke petugas kapal. Aku pun tertidur meski sebentar saja. Bangun dari tidur, aku langsung nanya, gimana kelanjutannya. Alhamdulillah semua sudah beres dan sekarang giliran petugas kapalnya yang senyum2 sendiri kalau lewat didepan kami berdua wkwkwkwkw Malunya .....

Ditengah perjalanan, kapal kami sempat menurunkan kecepatan. Kapal pun melambat, sebagian penumpang tampak keluar untuk menikmati pemandangan yang disuguhkan. Aku dan temanku tak mau ketinggalan, kami juga ikut keluar menikmati birunya air laut dan gugusan batu karang menjulang dan hamparan kapal2 wisata lainnya.Jepret sana sini, record sana sini. Tak lama, kapal kami berhenti untuk menurunkan penumpang yang berniat camping di crabi. Ada yang turun ada yang naik, setelah beres kami melanjutkan perjalanan. Sebelum sampai di tempat tujuan, kami harus pindah kapal yang ukurannya lebih kecil dari sebelumnya. Entah apa maksudnya, aku pun masih bingung hingga sekarang.




Kapal kecil kami merapat, hamparan pasir putih menyambut kedatangan kami. Jejeran kapal yang unik dengan tulisan bahasa Thailand berbaris rapi di pinggiran pantai. Kami diarahkan untuk bersiap2 untuk snorkelling dengan melanjutkan perjalanan menggunakan perahu kecil. Sayangnya, kali ini aku dan temanku tidak bisa ikut karena sedang berhalangan. Bodohnya, kami memilih untuk tetap tinggal di pulau. Setelah perahu mereka pergi, baru terfikir untuk ikut mereka meski tidak snorkelling. Yah sudahlah, akhirnya kami jalan2 seputaran pulau. Menyusuri pantai, tetep ya foto2 hehehe



Waktunya makan siang, sudah tersedia berbagai macam makanan berat, pencuci mulut, minuman dan buah2an di meja presmanan. Aku sampai bingung mau ambil yang mana hehe. Dan dijamin halal ya makanannya. Ini semua sudah termasuk dalam paket wisata kami, murah kok cuma 400 Bath.

Perut sudah kenyang, saatnya kami pulang. Perjalanan pulang lebih ekstrim, cuaca tidak bersahabat, hujan turun kuat gelombang besar. Jujur detak jantungku lebih cepat dari biasanya, aku berdoa sambil memejamkan mata supaya tidak terjadi apa2. Maklum saja aku tidak bisa berenang, jadi aku sebenanrya takut dengan air. Mataku pun mulai mengantuk efek minum obat yang diberikan oleh petugas kapal. Aku tertidur hingga sampai di dermaga.

Hujan masih rintik saat kami tiba di dermaga. Sopir travel kami sudah menunggu dan siap mengantarkan kami menuju Airport. Waktu itu pukul 4 sore. Kami pun melaju menuju Airport untuk melanjutkan perjalanan ke Bangkok pada malam harinya.

Selasa, 08 Mei 2018

Cerita anak "Aku Sayang Adikku"




AKU SAYANG ADIKKU

TIEKA

Siang ini, Papa baru saja pulang dari dinas luar kota. Ara dan Aska sangat senang karena Papa membawa banyak oleh – oleh makanan untuk mereka. 
“Kak Ara, Dek Aska, Coba lihat papa bawa apa. Nih papa bawain makanan buat kalian.”
Papa pun meletakkan semua oleh-oleh makanan diatas meja makan. Belum sempat Aska memegang kantong yang berisi makanan di atas meja, Ara sudah terlebih dahulu mengambil semuanya dan menyembunyikannya di balik badannya yang gembul. Aska segera berlari ke arah Mama, ia memegangi dan membenamkan wajahnya di kaki Mama. Aska mulai merengek, mulutnya tak berhenti mengadu agar ia bisa mendapatkan makanan. Melihat tingkah kedua buah hatinya, Papa yang duduk di ruang TV hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Kakak, enggak boleh seperti itu. Makanannya harus dibagi sama dek Aska, ” tegur Mama sambil menggoyang-goyangkan telunjuk ke arah Ara.
Wajah Ara berubah cemberut dan dengan terpaksa memberikan sekantong makanan kepada Aska.
Nah gitu dong, sesama manusia itu harus saling berbagi, apalagi sama saudara sendiri. Saat Kak Ara punya makanan, harus berbagi sama Dek Aska, begitupun sebaliknya. Kalian berdua harus saling menyayangi.”
Ara sama sekali tidak menghiraukan nasehat dari Mama, dia sedang asyik menikmati makanannya sendiri.
“Iya Ma, Kak Ara itu suka jahat sama aku. Dia suka gak mau bagi makanan sama aku. Liat aja tu perutnya, pipinya. Nanti lama-lama jadi gentong loh kak. Hahaha.”
“Hush! Kakak sendiri kok dibilang gentong,” Sahut Papa sambil tertawa kecil.
Dalam waktu 5 menit, Ara sudah menghabiskan 2 kantong kue. Dia pun kekenyangan, begitupun Aska adiknya. Mereka pun tertidur di ruang TV. 

***
“Ehmmm  maknyussssnya masakan Mama,” puji Aska.
“Mama aku mau dong ayam gorengnya, empat ya, “ pinta Ara.
Mama terheran-heran mendengar Ara minta 4 potong ayam goreng. Ara pun membawa 4 potong ayam goreng di atas sebuah piring kemudian langsung duduk di sebelah Aska yang sedang asyik main mobil-mobilan. Aska terdiam sejenak melihat kakaknya yang tiba-tiba sudah berada di sebelahnya.
“Dek Aska, kakak punya 4 potong ayam goreng. Dua untuk kakak, duanya untuk Adek.”
“Biasanya kakak enggak mau bagi makanan sama aku. Kok sekarang mau?”
“Kakak ingat kata-kata Mama, kan kita sesama saudara harus saling berbagi dan saling menyayangi.”
“Makasih ya kak. Adek sayang Kak Ara.”
“Kakak juga sayang adek.”
Mereka pun saling berpelukan dan makan ayam goreng bersama di ruang TV. Papa dan Mama melihat mereka berdua dari dapur dengan tersenyum bahagia melihat dua buah hati mereka duduk bersama saling berbagi dan menyayangi.


 = TAMAT =







      







Senin, 12 Februari 2018

Jalan-Jalan Malam di Phuket


Setelah seharian perjalanan tentunya capek ya namun kami tidak ingin melewatkan begitu saja malam hari di phuket dengan istirahat dihotel. Meskipun capek kami tetap memutuskan untuk berkeliling2 kota Phuket dengan menyewa motor. Asyik bukan kedengarannya.....

Tiba di kamar wow dengan budget only sekitar 75ribu permalam kami sudah mendapatkan kamar yang cukup besar dengan satu tempat tidur besar yang tampilannya cukup unik ya. Mengapa unik ???Karena selimut nya dibentuk seperti angsa yang duduk berhadapan sedang berciuman. Ini cocok untuk pasangan yang sedang berbulan madu 
wkwkwkwkwkkw
 Selain itu ada lemari pakaian yang cukup besar, AC, TV dan kamar mandi didalam tentunya dengan ukuran yang cukup besar yang dilengkapi dengan westafel dan shower. Benar2 low budegt deh ..... Oh ya satu lagi yang paling penting WiFi. Meskipun diawal sempat nyendat tapi setelah kami lapor dengan owner, langsung di check dan jaringan pun lancar jaya. 
Ada satu loh kekurangannya, kasurnya tak seempuk yang diduga. keras mennnnnnnn 
wkwkwkwkkw 
gak apa lah ya buat satu malam aja ya pasrah aja
 wkwkwkwkwkwk
Kebetulan kamar kami terletak di lantai dua, di Lantai satu ada dapur umum yang dimana kamu bebas mau ngapa2in (maksudnya bebas mau buat makanan atau minuman ya)

Sebelum memulai petualangan malam ini, kami mampir dulu ke resepsionis untuk memilih2 paket wisata untuk besok. Karena paket wisata yang sebetulnya sudah kami pesan jauh hari harus dicancel karena tragedi salah jadwal yang membuat kami ketinggalan bis dan terpaksa harus nginap di Penang satu malam. Masih ingat kan????

Well memang semua ada hikmahnya ya, ternyata harga paket wisata disini jauh lebih murah dan bisa dibilang setengah harga dari harga paket yang sebelumnya. Tujuan yang sama yaitu Phi Phi Island. Cukup dengan 400 Bath sekitar 160 ribuan sudah include semuanya dari penjemputan penginapan ke dermaga,tiket pp kapal, makan siang, snorkeling sampai diantar kebandara. Murah kan????? Ini ni yang buat aku ketagihan untuk come lagi ke Thailand... Serba mursida cyinnnnnnnnn

Paket wisata selesai, next sewa motor. Untuk menghemat waktu, kami langsung saja rent motor ditempat penginapan kami berada. 125 Bath/ hari .... Emmmmm okelah.
Meskipun sebenarnya rugi ya karena kami makai gak nyampe sehari tapi its Oklah.. 
Pilihan pun dijatuhkan pada motor matic Yamaha Vino.
 Yuhuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu 
Jalan2 malam dimulai
 Ngeng Ngeng Ngeng Ngeng

Kami memberanikan diri untuk keliling2 kota padahal sama sekali gak pegang map. Kami yakin aja gak bakalan sesat hahhaha
Kami melewati jalan yang medannya berliku2 dan berupan turunan dan tanjakan. Lebar jalan disini bisa cukup untuk 4 mobil yang disalah satu sisi nya adalah jurang dan sisi lainnya tebing tinggi. Aku sangat berhati2 sekali dan karena habis hujan otomatis jalan licin. Bunyi sirine Ambulan tiba2 mengejutkan kami. Wah nampaknya ada kecelekaan nih kata temanku. Benar saja, tak lama berselang kamipun melewati tempat kejadian dan melihat langsung korban kecelakaan yang sedang terbaring dijalan dengan luka dibagian kepala yang masih mengeluarkan darah segar. Astaghfirullah kataku berucap. Jantungku berdegup kencang dan membuat aku semakin berhati2 mengendarai motor.

Jarum di spedometer sudah menunjuk ke garis merah, itu artinya bensin motor kami sudah mau habis. Tujuan selanjutnya adalah mencari Pom Bensin. Di perempatan jalan kami bertanya ke salah satu warga lokal dan malangnya dia tidak bisa bahasa inggris.
ARGHHHHHHHHHHHHHHHHHH
Dia hanya menunjuk2 arah tanpa ada deskripsi yang jelas dan sangat membingungkan. hadehhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
Dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa akhirnya ketemu juga. Tapi sampai tempat pengisian bensin, kami dilanda kebingungan lagi.
Oh Tuhan,,,
Kenapa kau hadirkan si bingung dalam perjalanan kami hahahaha
Kami sudah berada didepan mesin pengisian bensin namun tak satupun petugas yang tampak.
Untungnya datanglah seorang bapak2 yang juga hendak mengisi bensin dan dia mengarahkan untuk ke pos depan.
 oooooooooooooooooo 
Ternyata petugasnya disana. Kita bayar dulu ke petugasnya mau isi berapa kemudian setelah pembayaran beres, kita kembali kemesin pengisian yang sudah diatur sesuai dengan jumlah yang kita bayarkan dan kita mengisi sendiri bensin ke motor.
Hmmmmmm
Bagiku ini pengalaman pertama ya,, Aku tidak melewatkan momen ini begitu saja. Aku langsung minta jepret sama temanku. Dan kamipun tertawa bersama
 hahahahahahaha

Isi bensin sudah, isi perut belum. Maklum saja dari pagi belum ada makanan berat masuk ke perut. Putar sana putar sini nemu juga sudut kuliner. Disana banyak kios2 makanan. Motor sudah diparkir, keliling dari satu kios ke kios lain ternyata semuanya ada jual "pork" alias daging babi. Namun ada salah satu kios yang tampilannya unik, yah kami memilih untuk minum saja. Baru duduk belum pesan. Kami didatangi oleh salah seorang pelayan namun bukan pelayan kios tempat kami berada sekarang . Dia menunjuk ke arah kios paling ujung sambil berkata halal. Alhamdulillah kamipun segera pindah menuju kios yang dimaksud.

Ini adalah satu2nya kios yang halal. Penjualnya adalah warga asli Malaysia yang sudah hijrah ke Thailand. Walaupun tempatnya tak seunik dan sebagus kios yang sebelumnya namun disini kami disambut dengan ramah. Ada banyak menu makanan disana. Pilihanku jatuh pada menu yang satu ini...

Aku lupa namanya. Di Singkawang juga ada si makanan seperti ini kata temanku. Akunya aja yang baru nemu sekarang hahahaha
Sambil makan kami ditemani dengan lagu2 Indonesia loh....
Penjualnya baik banget. Kami dibebaskan untuk memutar lagu apa aja yang di mainkan langsung dari youtube dari Smartphone si penjual dengan menggunakan speaker. Berasa dirumah sendiri deh pokoknya. Lain kali kalau aku ke Phuket lagi, aku mau mampir makan di sini lagi tapi kalau aku masih ingat jalan menuju ke sini ya.. wkwkwkwkwkwkwkwkw

Satu porsi makanan nya kalau gak salah 160 Bath dan untuk minumannya 20 Bath. Sedikit mahal si ya gak papalah hitung2 makan di luar negri dan susah cari menu halal nya daripada kelaparan kan....

Perut sudah kenyah wah dilema ni, biasanya kalau udah kenyang badan jadi malas bergerak. Pulang penginapan apa lanjut jalan ya,,,,, Pulang penginapan masih awal juga...Lanjut aja deh meskipun gak tahu mau kemana lagi hehehe

Ketemu ruas jalan yang di penuhi oleh lampion dan ada semacam kuil tempat peribadatan, aku jepret lagi hahahha

Jalan lagi terdengar bunyi alunan lagu Despacito dan ternyata sedang live dimainkan di Hardrock Cafe. Sambil liat dari pinggir jalan, sempat jepret lagi wkwkwkkw

Lagunya habis kami lanjut putar2 lagi dan sampailah di sebuah pantai. Patong Beach namanya. Disekitaran pantai ini bertaburan Club2 malam, kamu tinggal pilih aja. Kalau aku sih, memang tidak mampir ke Club. Selain karena tidak biasa, aku memang lebih tertarik untuk ke pantainya. Disana sudah ada banyak aktifitas yang pengunjung lakukan. Ada yang asyik main voli, bernyanyi2 sambil memainkan alat musik sambil menari2 ala2 anak muda entah dari negara mana sepertinya bukan warga lokal. Ada juga yang asyik nongkrong dipinggiran pantai sambil menikmati ombak dan angin sepoi2 dengan menyantap makanan ringan dan minuman. Dan tentunya ada yang asyik berfoto2. Wah rame banget deh,....

Ni foto waktu di bagian depan Patong Beach


Nah yang ini muda mudi lagi main voli, bisa liat kan yang main malah bukan warga lokal


Tepat bersebrangan dengan pantai ada satu ruas jalan yang sengaja ditutup. Tidak ada kendaraan apapun yang boleh masuk kecuali hanya pejalan kaki. Nah diruas jalan ini bunyi musik dari masing2 club beradu. Iya ruas jalan ini dipenuhi club2 malam dan tempat spa. Tak heran banyak yang menawarkan minuman beralkohol dan jasa pijat. Kalian juga bisa lihat langsung penari2 striptis dengan pakaian minimnya. Cewek cantik nan sexy bertebaran dimana2 tapi ingat ada yang asli ada yang paslu. Awas ya kejebak ama yang palsu  HAHAHA. Untuk pengunjung pun sudah campur aduk dari berbagai negara. Sangat tidak dianjurkan untuk membawa anak kecil ke tempat ini, ibarat area 17+ lah ya ini.

Ditengah2 keramaian orang, ada pesulap yang sedang unjuk kebolehannya dan kamipun berhenti sejenak untuk menyaksikannya. Sesampainya diujung jalan kami mutar balik dan disekitaran gerbang masuk tadi ada seorang peramal yang menarik perhatianku. Dengan biaya 80 Bath diramallah aku hahahahha
Hanya untuk seru2an saja, hasil ramalannya masih aku simpan sampai sekarang loh di dalam dompet. Bukan apa2, hanya sebagai kenang2an.

Ni ruas jalan yang dipenuhi2 club2 malam itu,, perutku agak gendut karena didalamnya bergantung paspor dan hp ku wkwkwkwk

Hari pun semakin larut, kamipun memutuskan untuk pulang ke penginapan. Dalam perjalanan pulang, aku liat turis2 melaju pake Tuk Tuk seru deh kayaknya smabil nyanyi2 dan bertepuk tangan. Tuk tuk adalah alat transportasi khas Thailand yang jadi incaran para turis termasuk aku hahahaha. Sampe pulang dari sana kenyataannya aku belum naik Tuk Tuk loh, sedih kan?? wkwkwkwkwk

Wah Wah ada lagi yang bikin kaget. Harga sewa motor disini ternyata bervariasi. Kupikir sama dan tidak jauh beda dengan harga di penginapan. Kenyataannya kami di kadali wkwkwkwk Diluaran banyak kok sewa motor yang jauh lebih murah cuma berkisar 25 - 35 Bath sementara kami....... Ketipu deh whwhwhwhhwhahahahaha (jadikan pelajaran agar tak terburu2 dalam hal apapun)

Dan setelah coba2 belok kanan kiri putar sana sini kamipun berhasil kembali ke penginapan hihihihihiihihi
Saatnya istirahat mempersiapkan stamina untuk perjalanan besok menyebrangi Laut Andaman menuju Phi Phi Island. 
Sampai ketemu besok lagi ya dengan cerita yang lebih drama lagi tentunya....
See u............................................